Ujung Genteng adalah sebuah daerah pesisir pantai di Sukabumi, Jawa Barat. Nama Ujung Genteng berasal dari ujung gunting, karena posisi ujung genteng ini berada di salah satu sudut pulau Jawa yang berbentuk gunting. Ujung gunting bagian atas adalah Ujung Kulon dan bagian bawahnya adalah Ujung Genteng.
Saya pergi ke Ujung Genteng tahun 2011 yang lalu, saat liburan sekolah. Saya pergi bersama teman-teman sekelas saya, ada sekitar 8 orang di rombongan kami. Total perjalanan kami, 3 hari 2 malam. Salah satu teman kami melihat thread di sebuah forum online tentang backpacker ke Ujung Genteng, maka kami pun mencobanya. Saat saya ke sana, Ujung Genteng masih bersih dan sepi karena belum di ekspos, tapi saya tidak tahu kondisi sekarangnya bagaimana.
Doa bersama sebelum berangkat |
H-1 sebelum berangkat, kami menginap di rumah salah satu teman kami, karena rumahnya dekat dengan terminal Leuwi Panjang. Esok paginya kami berangkat pake bis dari terminal Leuwi Panjang, dan nanti turun di terminal Degung di Sukabumi. Sesampainya di terminal Leuwi Panjang, kami gak tau mau naik bis apa..hahaha.. Setelah menyusuri terminal Leuwi Panjang, akhirnya kita dapet bis juga, harga karcisnya Rp 21.000. Perjalanan ke sukabumi cukup lama, sekitar 3,5 jam. Dari terminal Degung lanjut pake angkot ke terminal Lembur Situ, untuk naik elf ke curug Cikaso. Perjalanan dengan menggunakan elf ini rasanya seperti naik roller coaster. Jalanan sempit, naik-turun gunung, kanan-kiri jurang, dan supirnya ngebut banget. Ada lobang di jalanan, dibablas aja. Dan ternyata, elf yang kita naikin gak nganterin sampe ke daerah curug Cikasonya, kami diturunin di tengah jalan, yang artinya kami kesasar. Karena hari sudah sore dan kami sangat lapar, kami memutuskan untuk mencari makan dulu, ada sebuah warung bakso di sana. Setelah itu kami mencari masjid untuk solat dan istirahat sebentar. Kemudian kami ke pasar untuk mencari kendaraan yang bisa mengantarkan kami ke curug Cikaso. Ada banyak calo yang menawarkan jasanya untuk mengantar kami ke sana. Kami menghampiri seorang supir angkot untuk menanyakan apakah dia mau mengantarkan kami kesana. Kami memasang muka 'garang' dan harga paling mahal Rp 150.000, karena kami takut dikerjain sama orang tak dikenal. Ternyata supir angkot itu hanya menawarkan tarif Rp 50.000 saja, kami sangat lega dan bisa kembali dengan ekspresi muka normal..hahaha.. Supir angkot tersebut sangat ramah, kami memanggilnya om Ded(nama aslinya Dedi). Dia juga menawarkan diri untuk mengantar kami ke Ujung Genteng keesokan harinya.
Curug Cikaso |
Sesampainya di daerah curug Cikaso, kami menginap di rumah pengelola curugnya, gratis! Kata bepak pengelolanya, curug ini sering dijadikan tempat camping oleh travellers. Tapi hati-hati jika kalian ingin camping di curug ini, bapak pengelolanya bercerita, pernah ada sekelompok orang yang camping di curug ini, mereka foto-foto di malam hari, ketika mereka melihat hasil fotonya, ada kepala salah satu teman mereka yang berubah jadi kepala monyet. Benar atau enggaknya cerita ini saya tidak tau pasti ya, yang jelas, jangan macem-macem aja di curug ini. Desa tempat kami bermalam cukup menyeramkan di malam hari. Setelah waktu maghrib tidak ada lagi penduduk desa yang keluar rumah. Kami nongkrong di warung deket rumah pengelola curug tersebut. Sampai jam 10 malam, kami menghitung motor yang lewat hanya 3 buah saja. Kami makan malam dengan bekal mie instan yang kami bawa. Paginya kami berangkat menuju lokasi curug Cikaso. Udaranya sejuk sekali, dan pemandangannya pun keren. Kami berfoto di sana dan ada beberapa orang yang berenang, termasuk saya. Setelah itu sarapan jajanan pasar di sebuah warung sambil menunggu om Ded untuk pergi ke ujung genteng.
Sampai di Ujung Genteng |
Sesampainya di Ujung Genteng kami berkeliling-keliling dulu, baru kemudian mencari penginapan. Mencari penginapan dengan harga yang murah disini memerlukan perjuangan yang cukup besar, karena kami capek setelah berkeliling. Setelah dapet, kami istirahat sebentar, habis itu baru jalan ke penangkaran penyu dan mecari tempat makan. Menu makan siang hari ini terbilang yang paling baik selama perjalanan kami, yaitu nasi goreng dan kelapa muda, tapi ada beberapa orang yang masih tetap memilih warung indomie. Karena kami tanpa tour guide dan gak tau letak pasti tempat penangkaran penyu nya dimana, kami menelusuri pinggir pantai Ujung Genteng sampe ke titik paling ujung nya. Ini adalah perjalanan yang 'jauuuuuuuhh' sekali. Di sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan ombak yang bergulung tinggi. Suara desiran ombak tersebut terdengar seperti suara pesawat akan take-off di runaway. Kami juga melakukan beberapa hal konyol selama menyusuri pantai untuk menghibur diri, mulai dari berfoto dengan bangkai ikan dan kepiting, melempar batu ke air, bemain pasir, sampai menyanyikan lagu pantai. Hari sudah menjelang malam, saat itu sekitar jam 6 sore, kami memutuskan untuk kembali ke penginapan melalui hutan saja, karena air laut sudah pasang. Di perjalanan pulang, akhirnya kami menemukan tempat penangkaran penyu tersebut, tapi sayangnya saat kami berkunjung ke sana tidak ada telur penyu yang menetas dan bayi-bayi penyu yang dilepaskan ke laut. Biasanya itu moment itu adanya di hari kamis atau sabtu, kami berkunjung ke sana hari rabu(T_T). Sesampainya di penginapan kami, istirahat dan mandi, kemudian makan malam, menu nya sama seperti malam pertama, bekal mie instan kami. Jika di total-total, sore itu kami sudah berjalan sejauh 20 KM.
Ujungnya Ujung Genteng |
Hari ketiga, saatnya kami pulang ke Bandung. Setelah berangkat dari penginapan menuju terminal elf untuk ke terminal Lembur Sari, semuanya berjalan normal. Tapi, di perjalanan menuju terminal Lembur Sari, ban elf yang kami tumpangi pecah. Ada aja kejadian diperjalanan kami. Akhirnya kami dialihkan ke elf lain untuk melanjutkan perjalanan pulang. Sesampainya di rumah teman kami, kami dihidangkan makan malam, dengan menu sate dan nasi, akhirnya kami bisa makan nasi lagi(O_O).
Ban mobil elf yang pecah di perjalanan pulang |
Perjalanan ke Ujung Genteng ini sangat berkesan sekali bagi kami. Mulai dari kami salah naik elf, bermalam di desa yang "seram", berjalan menyusuri tepian ujung genteng sampai ke ujung-ujungnya, sampai ban elf pecah di tengah jalan.